Senin, 30 Mei 2016

Tugas 4. Contoh Kasus Persaingan Pasar tidak Sehat

Indofood dalam Persaingan Usaha Bisnis Makanan di Indonesia

Kondisi permintaan mie domestik yang tinggi dan adanya orientasi ekspor ke pasar luar negeri telah mendukung berkembangnya bisnis di bidang makanan instan dalam beberapa tahun terakhir. Para produsen melakukan diversifikasi produk dalam rangka menyesuaikan dengan keinginan pasar sehingga berbagai produk mie instan dengan berbagai ukuran dan cita rasa mudah ditemukan di pasar. Dengan makin banyaknya persaingan maka kesuksesan suatu perusahaan tidak hanya ditentukan oleh kualitas produknya saja, tetapi juga oleh kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi mengenai kebutuhan dan keinginan konsumen yang heterogen sesuai dengan karakteristik dari masing-masing segmen pasar.

Kondisi Pasar Mie Instan Indonesia

Berdasarkan data PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. (2004-2006), perkembangan produksi mie instan di Indonesia memperlihatkan peningkatan yang positif, walaupun pada tahun 2006 sempat mengalami suatu penurunan produksi. Secara kuantitas, produksi mie instan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dengan tren yang positif. Perkembangan produk mie instan yang sudah dianggap sebagai makanan cepat saji dan bahkan sebagai makanan pokok, menyebabkan tingkat persaingan pada industri mie instan ini semakin tinggi.
Data GAPMMI (Gabungan Asosiasi Pengusaha Makanan Minuman Indonesia) menunjukkan, setiap orang Indonesia mengkonsumsi 52 bungkus mi setiap tahun. Itu artinya, setiap orang makan mi instan seminggu sekali. Dengan penduduk Indonesia 225 juta jiwa, bisa dibilang konsumsi mi instan setiap tahun 11,7 miliar bungkus. Angka sebesar ini, menurut Ketua GAPMMI Thomas Darmawan, menunjukkan betapa besarnya peluang bisnis mi instan di Indonesia. Selama ini Korea menduduki peringkat pertama. Konsumsi mi instan Negeri Ginseng ini pada 2001 mencapai 76 pak per kapita per tahun. Sedangkan Indonesia, tahun lalu saja baru mencapai 52 pak per kapita per tahun. GAPMMI optimistis satu saat konsumsi mi instan Indonesia bisa mencapai 70 pak per kapita per tahun. Keyakinan itu disebabkan oleh murahnya harga satu piring mi instan jika dibandingkan dengan harga satu piring nasi dan sayuran untuk sekali makan.
Monopoli Indofood

PT. Indofood Sukses Makmur adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan makanan yang hampir seluruh produknya menguasai pasar di Indonesia. Produk yang dihasilkan termasuk mie instan (Indomie, Sarimi, Supermi, Cup Noodles, Pop Mie, Intermie, Sakura). Indofood merupakan produsen mie instan terbesar dengan kapasitas produksi 13 miliar bungkus per tahun. Selain itu Indofood juga mempunyai jaringan distribusi terbesar di Indonesia. Posisi dominan Indofood pada pasar mi instan tidak diragukan lagi, dengan menguasai pangsa pasar lebih dari 80%. Secara teoretis suatu pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar 80% tidak saja dapat dikatakan mempunyai posisi dominan, tetapi juga telah memonopoli pasar yang bersangkutan.

PT Indofood Sukses Makmur telah memonopoli sektor mi instan semasa Orde Baru. Artinya sebelum adanya UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Antimonopoli), Indofood telah menguasai pangsa pasar 90% disektor mi instan dan 90% tepung terigu nasional melalui Bogasari Flour Mills. Penguasaan mie instan oleh Indofood diawali dengan penguasaan tepung terigu. Penguasaan tepung terigu adalah karena Bulog menunjuk Bogasari Flour Mills untuk mengolah biji gandum. Untuk jasa pengolahan tersebut Bulog membayar kepada Bogasari biaya produksi dan margin keuntungan. Tetapi di dalam pelaksanaannya, Bulog tidak terlibat langsung dalam proses pengoalahan biji gandum tersebut, sehingga Bulog tidak mempunyai cukup informasi mengenai struktur biaya. Akhirnya kebijakan harga gandum yang ditetapkan oleh Bulog tergantung kepada informasi yang diberikan oleh Bogasari.

Namun demikian monopoli tepung terigu tersebut belum dapat meningkatkan keuntungan yang maksimal. Untuk itu Indofood melakukan diversifikasi usaha ke hilir yaitu memproduksi makanan instan yang menggunakan bahan baku tepung terigu. Didirikanlah pabrik industri makanan seperti Indofood Jaya Raya, Sarimi Asli Jaya, Sanmaru Food Manufacturing, dan Arya Andalan Agung. Jadi, pada masa itu Indofood menguasai pasar hulu dan hilir tepung terigu. Saat ini Indofood mempunyai 80% pangsa pasar mi instan, pesaingnya PT Sayap Utama dari Groups Wing dengan Mie Sedaap menguasai pangsa pasar antara 10% sampai 15%, dan sisanya pesaing yang lain. Dari struktur pasar yang demikian dapat disimpulkan Indofood mempunyai posisi dominan, apalagi didukung kemampuan keuangan yang kuat, dan dapat menyesuaikan pasokan atau permintaan mi instan dipasar yang bersangkutan.

Menurut teori SCP (Structure-Conduct-Performance) kita mengetahui bahwa struktur dan tingkah laku (conduct) sebuah perusahaan memiliki hubungan dua arah. Di satu sisi sebuah perusahaan yang struktur pasarnya monopoli akan berkelakuan sebagai monopolis, sedangkan di sisi yang lain, sebuah perusahaan akan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar memiliki struktur pasar monopoli. Tujuannya jelas, untuk mendapatkan monopoly’s rent. Sedangkan sebuah perusahaan monopoli akan berusaha mempertahankan struktur pasarnya itu.

Begitu juga yang dialami oleh Indofood. Pada tahun 2003 Monopoly Watch menemukan indikasi PT Indofood Sukses Makmur (ISM) melakukan praktek jual rugi. Dari berbagai jenis kemasan mie instant yang diproduksi PT ISM, Tbk, ditemukan beberapa kemasan yang justru mengalami kerugian setelah dihitung melalui komponen-komponen produksinya. Sebagai contoh Mie Sakura memiliki harga pokok penjualan Rp 385 sedangkan harga jual pabrik hanya Rp 254. Untuk Mie Sayap harga pokok penjualannya adalah Rp 585 tetapi harga pabriknya hanya Rp 560. Belum lagi ditambah pemberian bonus mangkok atau piring.

Kenapa Indofood melakukan hal ini jelas karena ingin mempertahankan struktur monopoli pasarnya untuk tetap mendapatkan monopoly’s rentMonopoly’s rent yang dimaksud indikasinya juga ditemukan oleh Monopoly Watch berupa biaya produksi yang tidak efisien dari PT ISM. Terdapat lima perusahaan yang sudah ditunjuk ISM, berperan sebagai perusahaan penghubung bisnis (brokerage) kepada PT ISM sehingga para pemasok bahan baku seperti cabe, garam, dan lainnya tidak dapat melakukan transaksi langsung dengan PT ISM. Akibatnya harga bahan baku tersebut menjadi lebih mahal dan harga produksi mie instant pun meningkat. Kelima perusahaan itu adalah PT Sugih Multi Bersama, PT Prima Sari Nuansa Indah, PT Teguh Nusa Griya, PT Fajar Cipta Murni, dan PT Lembayung Lambang Lestari.

Indofood Vs Wingsfood: Matinya Produsen Kecil

Persaingan antara Indofood dan Wingsfood dinilai berpotensi menghancurkan industri mie instan. Kedua produsen mi itu sama-sama menurunkan harga sebesar 20-25 persen. Wings melakukan itu untuk merebut pangsa pasar mi instan, sedangkan Indofood untuk mempertahankan pangsa pasarnya. Padahal, tanpa persaingan harga yang dilakukan oleh Indofood, produsen yang lain sudah tertekan akibat harga bahan baku, termasuk harga pokok gandum yang sudah naik hingga empat kali lipat dibanding sebelum krisis. Harga pokok gandum paralel dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Sedangkan kenaikan harga mi instan dalam periode yang sama hanya dua kali lipat. Akhirnya harga yang dikeluarkan Indofood--sebagai pemimpin pasar (market leader) mie instan di Indonesia--menjadi patokan harga untuk produsen mie instan lainnya. Sedangkan produsen yang struktur biayanya belum seefisien indofood pastinya tidak bisa mengikuti tren harga yang turun seperti itu. Akibatnya pengusaha mie instan lain yang tidak kuat akan gulung tikar seperti yang dialami oleh Salam mie.


Daftar Referensi

Website:

Tugas 3. Contoh Kasus Persengkongkolan

Kasus Persekongkolan Donggi-Senoro Bisa Rusak Iklim Investasi


Jakarta -Kasus persekongkolan tender proyek Donggi-Senoro diyakini akan merusak iklim investasi sektor migas di Tanah Air. Meskipun saat ini pihak Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menjatuhkan sanksi denda terhadap pelanggaran persekongkolan tersebut.

Kuasa hukum anak usaha PT LNG International Pty Ltd yaitu LNG Energi Utama, OC Kaligis mengatakan persekongkolan yang dilakukan pihak Mitsubishi Corporation, PT Pertamina, PT Medco Energi International, dan PT Medco E&P Tomori Sulawesi untuk menyingkirkan PT LNG Energi Utama atas proyek Donggi-Senoro dapat memberikan contoh buruk untuk investasi Migas Indonesia ke depannya.

"Ini merupakan contoh buruk tentang iklim investasi di Indonesia karena tidak adanya perlindungan hukum atas terjadinya masalah ini," katanya di acara konferensi pers yang dilaksanakan di restoran Sari Kuring, Jakarta (11/4/2011).

OC Kaligis mengatakan bahwa terjadi pembocoran rahasia PT LNG Energi International pty Ltd kepada pihak Mitsubishi.

Di tempat yang sama, Rikrik Rizkiyana rekan OC Kaligis  mengatakan bahwa proyek Donggi-Senoro yang sudah berjalan tersebut sebaiknya dibekukan terlebih dahulu sampai ada keputusan hukum tetap.

"Kita akan lakukan upaya hukum, serta gugatan perdata untuk perbuatan melawan hukum dan juga persaingan tidak sehat," kata Rizkiyana.

PT LNG Energi Utama, selaku anak perusahaan LNG International Pty. Ltd menuntut pihak Mitsubishi Corporation atas ganti rugi sebesar US$ 709 juta akibat adanya persekongkolan dari pihak Mitsubishi Corporation, PT Pertamina (persero), PT Medco Energi International, serta PT Medco E&P Tomori Sulawesi.

Pihaknya telah mengirimkan surat somasi kepada Mitsubishi Corporatioan yang pada pokoknya meminta pihak Mitsubishi Corporation untuk dengan itikad baik segera  memberikan ganti rugi kepada LNG International Pty Ltd dan Energi Utama atas segala kerugian yang telah diderita.

Dari sisi pemerintah melalui Kementerian ESDM menganggap sanksi denda yang diberikan oleh KPPU kepada Medco dan Pertamina sudah pantas. Hal ini tidak akan mengganggu investasi migas di Indonesia.

"Kalau untuk saya itu hanya konsekuensi dari tindakaan tidak fair saja dan mereka disuruh bayar denda ke negara. Kalau untuk proyek (Donggi-Senoro) kan KPPU tetap minta supaya tetap jalan. Jadi tak ganggu investor sepertinya," kata Dirjen Migas Evita Legowo beberapa waktu lalu.

Seperti diketahui sebelumnya, Majelis KPPU menyatakan telah terjadi persaingan usaha tidak sehat di proyek Donggi-Senoro. Untuk itu, KPPU menghukum seluruh pihak yang terlibat masing-masing membayar denda dengan total nilai Rp 31 miliar yang harus disetor kepada kas negara.

Adapun rincian pembagian denda tersebut adalah, Pertamina Rp 10 miliar, Medco Energi Rp 5 miliar, Medco E P Tomori Rp 1 miliar, dan Mitsubishi Corp Rp 15 miliar.

KPPU menemukan bukti terjadi persekongkolan oleh Mistusbishi dengan Medco Energi dan anak usahanya, Medco E P Tomori Sulawesi, untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yaitu LNGI yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan untuk menyusun proposal beauty contest.

Sumber :
http://finance.detik.com/read/2011/04/11/172011/1613821/1034/kasus-persekongkolan-donggi-senoro-bisa-rusak-iklim-investasi